Kultur Air Hidroponik
Pada dasarnya kultur air merupakan sistem tertutup (“closed system”) di mana akar tumbuhan terekspos larutan nutrisi tanpa media tumbuhan dan larutan disirkulasi. Ada beberapa macam sistem hidroponik cair atau kultur air, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Dynamic Root Floating (DRF), the Deep Flow Technique (DFT) dan Aeroponic (Jensen 1990; Jensen dan Collins 1985; Kao 1990). Namun kultur air yang paling gampang untuk diadopsi oleh para pengguna yaitu NFT (Raffar 1990; Chow 1990).
Nutrient Film Technique dikembangkan oleh Dr. Allen Cooper pada tahun 1970 di Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sayuran sepanjang tahun (Winsor et al. 1979). Pada sistem ini, lapisan tipis larutan nutrisi mengalir melalui bedengan atau talang yang berisi akar-akar tanaman. Larutan bersirkulasi secara terus menerus selama 24 jam atau diatur pada waktu-waktu tertentu dengan pengatur waktu. Sebagian akar tumbuhan terendam dalam larutan nutrisi tersebut, sebagian lagi berada di atas permukaan larutan. Lingkungan akar yang ideal merupakan faktor penting dalam peningkatan produksi tanaman.
Menurut Chow (1990) dan Jensen (1990), laba NFT antara lain yaitu volume larutan hara yang diperlukan lebih rendah dibandingkan kultur air lainnya, lebih gampang mengatur suhu di sekitar perakaran tumbuhan (menaikkan atau menurunkan suhu), lebih gampang mengontrol hama dan penyakit, kepadatan tumbuhan per unit area lebih tinggi, dan hasil tumbuhan lebih higienis alasannya yaitu tidak ada sisa tanah atau media lainnya. Namun, ada juga kerugian dari sistem ini, yakni patogen dengan gampang menyebar pada seluruh larutan, sehingga dalam waktu yang singkat tumbuhan akan mati, modal awal relatif lebih mahal. pemilihan komoditas yang bernilai tinggi, dan tingkat keahlian dan pengetahuan perihal ilmu kimia sangat penting.
Di kawasan tropis, panjang maksimum kolam penanaman yang dipakai pada NFT tidak lebih dari 15-20 m, sepanjang jalan masuk tersebut dibentuk 2-3 tempat untuk memasukkan larutan hara, dan suhu larutan tidak lebih dari 30 °C. Hal ini untuk menjaga aerasi larutan yang baik (Jensen 1990). Hasil penelitian di Malaysia melaporkan bahwa penggunaan PVC sebagai kolam penanaman tidak cocok untuk kawasan tropis, alasannya yaitu menjadikan suhu perakaran mencapai lebih dari 40 °C pada tengah hari (Chow 1990). Bahan yang paling baik yaitu bambu dengan “styrofoam” sebagai epilog permukaan bak.
Nutrient Film Technique dikembangkan oleh Dr. Allen Cooper pada tahun 1970 di Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sayuran sepanjang tahun (Winsor et al. 1979). Pada sistem ini, lapisan tipis larutan nutrisi mengalir melalui bedengan atau talang yang berisi akar-akar tanaman. Larutan bersirkulasi secara terus menerus selama 24 jam atau diatur pada waktu-waktu tertentu dengan pengatur waktu. Sebagian akar tumbuhan terendam dalam larutan nutrisi tersebut, sebagian lagi berada di atas permukaan larutan. Lingkungan akar yang ideal merupakan faktor penting dalam peningkatan produksi tanaman.
Menurut Chow (1990) dan Jensen (1990), laba NFT antara lain yaitu volume larutan hara yang diperlukan lebih rendah dibandingkan kultur air lainnya, lebih gampang mengatur suhu di sekitar perakaran tumbuhan (menaikkan atau menurunkan suhu), lebih gampang mengontrol hama dan penyakit, kepadatan tumbuhan per unit area lebih tinggi, dan hasil tumbuhan lebih higienis alasannya yaitu tidak ada sisa tanah atau media lainnya. Namun, ada juga kerugian dari sistem ini, yakni patogen dengan gampang menyebar pada seluruh larutan, sehingga dalam waktu yang singkat tumbuhan akan mati, modal awal relatif lebih mahal. pemilihan komoditas yang bernilai tinggi, dan tingkat keahlian dan pengetahuan perihal ilmu kimia sangat penting.
Di kawasan tropis, panjang maksimum kolam penanaman yang dipakai pada NFT tidak lebih dari 15-20 m, sepanjang jalan masuk tersebut dibentuk 2-3 tempat untuk memasukkan larutan hara, dan suhu larutan tidak lebih dari 30 °C. Hal ini untuk menjaga aerasi larutan yang baik (Jensen 1990). Hasil penelitian di Malaysia melaporkan bahwa penggunaan PVC sebagai kolam penanaman tidak cocok untuk kawasan tropis, alasannya yaitu menjadikan suhu perakaran mencapai lebih dari 40 °C pada tengah hari (Chow 1990). Bahan yang paling baik yaitu bambu dengan “styrofoam” sebagai epilog permukaan bak.

Comments
Post a Comment